Oleh: Victoria Buteonko
diterjemahkan oleh : Putu Indrati
Kami dulu bergurau bahwa kami beruntung karena sekeluarga bisa sakit
bersama-sama. Tapi pada tahun 1993, masalah kesehatan kami bukanlah
gurauan lagi karena saya, suami, dan kedua anak saya sekarat. Saya, 38
tahun, didiagnosa penyakit yang sama dengan ayah saya, arrythmia, yaitu
detak jantung yang tidak biasa. Kaki saya terus menerus terasa sakit
karena edema, berat badan saya 140 kilogram, dan masih terus bertambah.
Lengan kanan saya mati rasa pada malam hari, dan saya khawatir bila saya
meninggal dan anak-anak saya jadi yatim piatu. Saya terus menerus
merasa capai dan depresi. Akhirnya, dokter saya angkat tangan dan
menyuruh saya untuk berdoa.
Suami saya, Igor, sakit-sakitan semenjak kecil. Sampai usia 17 tahun dia
sudah menjalani operasi sebanyak sembilan kali. Dia menderita
hipertiroid progresif dan rematoid artritis kronis, pada usia 38 tahun
kesehatannya sudah rusak total. Denyut jantungnya hampir selalu 140+,
matanya selalu berair pada siang hari, dan tangannya gemetar. Seluruh
badannya terasa sakit. Dokternya berkata bahwa dia harus bersiap untuk
menghabiskan sisa hidupnya di atas kursi roda.
Anak perempuan kami Valya terlahir dengan asma dan alergi. Mukanya
pucat, dan hidupnya banyak duduk karena dia akan batuk dan tersedak bila
berlari atau melompat. Tahun 1993, pada usia 8 tahun, hampir setiap
malam dia bangun karena batuk yang terus menerus.
Anak laki kami, Sergei, didiagnosa menderita diabetes pada usia 9 tahun.
Kami menghabiskan 2 sampai 4 ribu dollas AS dalam sebulan untuk
membayar pengobatan, asuransi, pertemuan-pertemuan dengan dokter dan
obat-obatan. September 1993 dokter memberitahu kami bahwa Sergei harus
diberi insulin.
Igor dan saya sangat terpukul. Nenek saya yang menderita diabetes belum
lama meninggal karena overdosis insulin. Saya tidak dapat membayangkan
bahwa Sergei harus menerima obat yang kekuatannya begitu besar. Saya
bertekad tidak akan memberikan insulin.
Saya mencari informasi tentang insulin di perpustakaan. Semua buku yang
saya baca menjelaskan bahwa suntikan insulin dapat menyebabkan
melemahnya fungsi mata dan gagal ginjal. Ketakutan saya terhadap insulin
semakin menguat.
Saya bertanya kepada semua orang, dan akhirnya bertanya hanya kepada
orang yang tampak sehat mengenai alternatif pengobatan lain untuk
diabetes.
Dua bulan kemudian keajaiban terjadi, Dalam antrian bank yang letaknya
hanya dua blok dari rumah, saya melihat seorang wanita dan langsung
mengerti apa yang dikatakan orang tentang ‘kulit yang bersinar’. Dia,
yang bernama Elisabeth, terlihat sangat sehat.
Saya (S) bertanya kepadanya: “Menurut Anda, apakah diabetes bisa disembuhkan secara alami?”
Elisabeth (E): “Tentu saja!”
S: “Mengapa Anda begitu yakin?”
E: “Karena saya sembuh dardiani kanker usus stadium 4, 20 tahun yang lalu.”
S: “Tetapi itu tidak sama dengan diabetes.”
E: “Semuanya sama.”
S: “Bolehkah saya membelikan anda makan siang dan kita bisa mengobrol?”
E: “Terima kasih, tetapi saya tidak akan makan makanan Anda. Saya dengan senang hati akan menjawab pertanyaan Anda.”
Saya dan Elisabeth duduk di luar bank dan dia bercerita tentang makanan
mentah. Awalnya, saya sangat kecewa. Saya mencari jawaban yang lebih
serius. Saya akan bekerja keras dan membayar berapapun untuk ramuan obat
yang mujarab. Makanan mentah terdengar terlalu simpel. Saya pernah
mendengar tentang makanan mentah dan saya tidak senaif itu untuk
percaya.
Saya bertanya ke Elisabeth, “Apakah Anda percaya bahwa manusia bisa
hidup hanya dengan buah, sayuran, kacang-kacangan dan biji-bijian,
mentah?!”
Elisabeth menjawab dengan 3 hal:
1. Hewan tidak memasak makanann mereka.
2. Saya makan hanya makanan mentah selama 20 tahun dan sembuh dari kanker usus.
3. Anda tidak datag ke dunia ini pdengan kompor menempel di perut Anda.
Jawaban yang jauh dari ilmiah, tetai saya tidak dapat membantahnya.
Selain itu, saya sangat terkesan dengan penampilan Elisabeth yang
terlihat sangat muda, dan saya sangat ingin kesehatan anggota keluarga
saya menjadi lebih baik. Saya ingin mencoba makanan mentah, dan demi
anak lelaki saya, saya mengajak suami saya untuk mencoba makanan mentah
selama beberapa minggu.
Suami saya marah, ” Saya orang Rusia, tidak bisa hidup dengan makanan
kelinci. Saya bekerja fisik. Saya menyukai borscht Rusia dengan babi.
Makanan menyatukan keluarga. Kamu mau kita duduk bersama mengelilingi
batang wortel?! Coba pikir lagi. Seseorang harus belajar selama 14 tahun
untuk menjadi dokter. Pemerintah telah mengeluarkan bilyunan dollar
untuk penelitian medis. Apakah menurutmu mereka tidak tahu apa yang
mereka lakukan? Kalau menjadi sehat itu segampang itu, para dokter sudah
melakukannya sejak dulu.”
Saya kecewa, namun saya mencoba untuk membicarakannya lagi di waktu yang lebih tepat.
Suatu hari suami saya bangun dengan rasa sakit yang paling buruk. Dia
merasakan sakit di tenggorokan, tidak dapat berbicara. Saya membawanya
ke rumah sakit. Setelah melihat hasil tes darah, dokter menyuruhnya
operasi, karena tiroidnya sudah tidak bagus lagi dan harus diambil.
Igor protes, “Saya sudah menjalani 9 kali operasi. Tidak satupun
membantu, dan saya telah memutuskan untuk tidak akan menjalani operasi
lagi sepanjang hidup saya.”
“Operasi ini tidak bisa dihindari,” kata dokter.
“Bagaimana bila saya menolak?” tanya Igor.
“Anda akan mati,” jawab dokter.
Igor bertanya “Berapa lama lagi?”
Dokter memperkirakan, “Mungkin kurang dari dua bulan.”
“Saya akan menjalani pola makan makanan mentah!” kata Igor.
Kami pergi dan hari itu, 21 Januari 1994 adalah titik balik dalam
sejarah kesehatan keluarga kami. Semenjak itu seluruh keluarga
menjalankan pola makan makanan mentah. Kami pulang dari rumah sakit
dengan belum mengetahui takdir kami dan sepakat untuk menjalankan pola
makan makanan mentah selama dua minggu dan melihat apakah ada perbaikan
dalam kesehatan kami.
Beberapa jam kemudian, Igor pergi bekerja, saya ke dapur. Saya menyadari
bahwa ini bisa menjadi satu-satunya kesempatan dalam hidup untuk
melakukan perubahan besar. Saya memeriksa makanan di kulkas dan di
lemari dan menemukan bahwa hampir tidak ada makanan mentah di rumah
kami. Semuanya harus menyingkir! Saya mengambil kantong sampah besar dan
membuang semua makaroni, sereal, nasi, makanan kecil, es lilin, busa
krim kental, roti, saus, keju, dan tuna kaleng. Selanjutnya
menyingkirkan mesin pembuat kopi, pemanggang roti, dan mesin pembuat
pasta. Saya mematikan lampu kompor dan menutup kompor dengan sebuah
talenan besar. Yang tertinggal hanyalah sebuah microwave yang besar dan
mahal.
Saya teringat akan roti lapis dengan keju meleleh, tarcis, dan
semua ‘keajaiban’ yang telah saya buat dengannya. Lalu, saya berpikir
tentang Sergei dan diabetesnya. Dari semua hal di dunia, saya tidak
ingin dia memakai insulin. Jadi saya mengambil palu, memecahkan pintu
kaca microwave itu, dan memindahkannya ke garasi. Saya keluarkan semua
panci dan wajan baru saya ke pinggir jalan, yang lenyap beberapa menit
kemudian. Lalu saya segera pergi ke supermarket.
Saat itu saya tidak pernah tahu tentang menu makanan mentah. Saya tidak
tahu apa saja yang dimakan para penganut pola makan mentah, dan tidak
pernah mengenal mereka, hanya Elizabeth, yang makan dengan sederhana.
Saya belum pernah mendengar tentang kraker flaxseed yg dikeringkan, susu
kacang, keju biji-bijian, atau kue mentah. Saya pikir makanan mentah
adalah salad. Sejauh ini, saya berasal dari Rusia, dan di Rusia..buah
dan sayur segar hanya ada pada musim panas. Makanan kami adalah kentang,
daging, makaroni, banyak produk susu, dan buah kadang-kadang. Kami
tidak biasa makan salad dan keluarga saya tidak suka sayuran. Maka, saya
menuju ke bagian buah. Mengacu pada dana, kami biasanya hanya beli apel
washington, jeruk naval, dan pisang. Saya penuhi keranjang dengan tiga
macam buah ini.
Saat anak-anak pulang sekolah dan Igor pulang kerja, mereka bertanya,
“Apa makan malamnya?” Saya minta mereka lihat ke kulkas. Anak-anak tidak
percaya apa yang mereka lihat. “Di mana camilan untuk nonton TV? Kemana
semua es krim?”
Sergei berkata, “Lebih baik saya disuntik insulin seumur hidup daripada harus ikut pola makan gila ini.”
Mereka menolak untuk makan dan pergi ke kamar. Igor makan 2 buah
pisang dan protes, katanya membuat semakin lapar. Kami punya banyak
waktu hari itu. Saya ingat, kami berjalan dari ruang satu ke ruang
lainnya sambil terus melihat jam. Itulah saat awal saya menyadari betapa
banyak waktu yang selama ini saya habiskan untuk memikirkan, merencana,
menyiapkan makanan, makan, dan membersihkannya. Kami merasa lapar,
tidak nyaman, aneh, dan tersesat. Kami mencoba nonton TV, tapi iklan
ayam panggang sangat tak tertahankan. Sangat sulit menunggu hingga pukul
sembilan. Tidak bisa tidur karena lapar, saya mendengar langkah kaki di
dapur dan suara laci yang dibuka dan ditutup.
Esoknya, tidak seperti biasanya, kami bangun awal dan berkumpul di
dapur. Saya melihat banyak kulit pisang dan kulit jeruk di pojok. Valya
bercerita bahwa dia tidak batuk malam itu. Saya ingat, saya berkata
kepadanya, “Itu hanya kebetulan, pola makan ini tidak bekerja secepat
itu.” Sergei memeriksa gula darahnya. Masih tinggi, tapi lebih rendah
daripada beberapa pekan terakhir. Igor dan saya merasakan penambahan
energi, dan secara umum, merasa lebih ringan dan positif. Kami juga
merasa sangat lapar.
Saya tidak pernah mengatakan bahwa beralih ke pola makan mentah itu
mudah. Itu sangat berat bagi kami berempat. Tubuh kami meminta makanan
yang biasa kami makan. Dari hari pertama, dan sampai beberapa minggu
sesudahnya, menit demi menit, saya melamun membayangkan makan bagel
dengan krim keju, sup panas, cokelat, dan terakhir, bermacam-macam
keripik. Malam hari, saya mencari french fries di bawah bantal saya.
Saya mengambil dua dollar dari uang belanja dan menyimpannya. Saya
berencana, suatu hari, saya akan lari sendirian ke restoran dan beli
sepotong pizza keju panas, memakannya cepat-cepat tanpa terlihat, lari
pulang, dan meneruskan pola makan mentah.Untungnya, kesempatan itu
tidak pernah ada.
Sementara itu terlihat perubahan positif yang cepat. Batuk Valya di
malam hari berhenti, dan dia tidak pernah mendapat serangan asma lagi.
Gula darah Sergei mulai stabil dengan teratur. Tenggorokan Igor
berangsur normal kembali. Denyutnya menurun, dan gejala hipertiroidnya
berkurang dari hari ke hari. Baju-baju saya terasa longgar, bahkan pada
saat baju-baju tersebut keluar dari pengering. Tidak pernah terjadi
sebelumnya. Saya sangat gembira! Setiap pagi, saya berlari ke ke cermin
dan memeriksa wajah saya, menghitung kerutan-kerutan yang hilang. Wajah
saya jelas terlihat lebih bagus dan lebih muda dengan hari-hari makanan
mentah.
Setelah sebulan dengan makanan mentah, Sergei bertanya mengapa dia harus
mencek gula darahnya setiap tiga jam karena sekarang sudah konsisten
dalam skala normal. Saya berkata padanya untuk mencek sekali saja di
pagi hari. Denyut Igor turun jadi 90, yang tidak pernah dicapai
bertahun-tahun. Valya sekarang bisa berlari seperempat mil di sekolah,
tanpa batuk. Saya turun limabelas pon (7-8 kg). Kami semua merasa sangat
berenergi. Saya sendiri merasa sangat berenergi sehingga saya tidak
bisa berjalan lagi–saya selalu berlari! Saya berlari dari tempat parkir
ke toko dan di lorong dan naik turun tangga di rumah kami. Kami harus
melakukan olahraga untuk menyalurkan energi ekstra yang kami punyai
sekarang.
Saya pernah membaca bahwa lari adalah keharusan bagi penderita diabetes.
Si pengarang buku menjelaskan bahwa saat berolahraga, otot memproduksi
tambahan insulin. Kami memutuskan untuk berlari bersama sekeluarga.
Secara berkala, gula darah Sergei menjadi stabil dengan pola makan
barunya dan jogging teratur. Sejak memulai pola makan mentah sampai
sekarang, dia tidak pernah lagi merasakan gejala-gejala diabetes.
Agar anak-anak saya bersemangat jogging, saya mendaftarkan keluarga saya
dalam sebuah lomba.
Karena kami tidak pernah lari sebelumnya, saya
memilih jarak terpendek, yaitu ‘Tiny Trot’, lari jarak satu kilometer,
di Denver’s Washington Park. Saat kami datang saat lomba, kami berlomba
dengan anak-anak kecil, tapi Sergei dan Valya tidak memperhatikannya.
Kami semua berusaha mencapai garis finish. Kami disemangati oleh para
orang tua, dan masing-masing mendapatkan medali ‘Juara Pertama Kelompok
Usia Muda’–penghargaan atletik pertama dalam hidup kami. Anak-anak saya
sangat gembira. Mereka tidak mau melepas medali itu selama seminggu;
bahkan dibawa tidur. Mereka memohon untuk didaftarkan lomba lagi, dan
saya lakukan itu. Semenjak itu, kami mengikuti lomba hampir setiap akhir
minggu.
Pada Memorial Day tahun itu, empat bulan sesudah kami berpola makan
mentah, kami mengikuti Bolder Boulder Race, lari sepuluh kilometer
bersama empatpuluh ribu pelari lainnya. Kami berlari di antara
orang-orang yang tampak sehat dan banyak di antara mereka adalah pelari
berpengalaman. Sangat sulit bagi kami untuk membayangkan bahwa empat
bulan sebelumnya, kami semua sakit dengan tidak ada harapan. Kami semua
mencapai garis finish dengan catatan waktu yang memuaskan, dan kami
tidak merasa lelah. Setelah selesai lomba, kami mendaki gunung. Tidak
ada keraguan bahwa kesehatan kami berhubungan dengan pola makan, dan
saya tahu bahwa saya tidak lagi sekarat karena bagaimana saya bisa
berlari sepuluh kilometer jika saya sedang sekarat?
Kami sangat menghargai bahwa kesehatan kami membaik dengan cepat bahkan lebih sehat dari sebelumnya.
–
Makanan mentah atau makanan kehidupan atau living food adalah makanan
yang masih mengandung berbagai enzim kehidupan (berasal dari energi
matahari melalui proses fotosintesa) dan yang tidak dipanaskan di atas
45 derajat Celsius. Daging, telur, ikan dan susu mentah tidak termasuk
ke dalam golongan makanan kehidupan karena mereka tidak lagi mengandung
enzim kehidupan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar